bagian 1 dari 3 
oleh Oleh Chriss Huff

 

Adalah mimpi buruk bagi setiap sound engineer sebuah gereja, ketika menemukan channel micuntuk singer di mixer di tempat yang acak seperti channel 2, kemudian 7, 10 dan 13! Ditambah lagi, label channel tersebut pun acak, tidak berurutan (singer 3, singer 1, singer 4, dst). Semua hal yang terjadi diatas pasti akan membuat proses mixing di gereja tersebut terhambat dan memerlukan waktu yang lama.

 

Pengaturan Channel pada Mixer

 

Bagi engineer atau operator gereja pada contoh diatas sering sekali terjadi ketika mereka sendiri baru memulai karir mereka di live audio production, channel yang acak tersebut terjadi karena bergantung dengan posisi musisi di panggung.

Mungkin memang menyusun channel dengan cara ini akan membuat proses hook-up di panggung lebih cepat, karena posisi musisi dan singer yang terkadang berubah-ubah (input channel ke posisi snake terdekat), Tetapi hal ini akan sangat menyusahkan ketika engineer lain/tamu akan mixing di konsol tersebut.

 

Ada cara lain yang lebih baik, cara penyusunan channel layout yang efektif sehingga mudah mencari channel tertentu, mudah di operasikan, bahkan untuk engineer tamu sekalipun. Tidak peduli bagaimana posisi musisi di panggung berubah.

 

Coba pikirkan analogi berikut ini; pianist tidak akan pernah ragu-ragu menekan tuts di piano karena posisi tuts tersebut tidak akan pernah berubah. Begitupun sebaliknya, enginner seharusnya akan dengan sangat mudah menemukan channel snare di mixer!

 

Logika di balik proses ini
Susunan urutan standar yang sering dipakai adalah, drum, bass, rhythm, piano dan keyboard, percussion dan instrumen tambahan lainnya, lead vocal, backing vocal, choir, pendeta/pastor, mic extra, dan kemudian multimedia (CD,DVD, komputer, dll). Sebagai referensi, saya selalu memberi beberapa channel kosong setelah rhythm dan backing vocal. Ini adalah channel extra saya ketika ada instrumen tambahan ataupun vocal tamu.

 

 sound gereja

 

Drum memiliki susunan seperti ini: kick, snare, hi hat, tom 1, tom 2, tom 3, overhead L dan R. Jika salah satu mic tidak dipakai, jangan mengosongkan channelnya, jadi susunan channel drum minimal bisa seperti ini: kick, snare dan overhead. Salah satu alternatif dalam menyusun channel drum berdasarkan frekuensinya (dari low ke hi); kick, tom 1, tom 2, tom 3, snare, hihat, overhead. Channel overhead lebih baik selalu diakhir channel drum.

 

Gitar rhythm biasanya disusun berdasarkan tipenya, band gereja yang besar biasanya memiliki akustik 1, akustik 2, gitar rhythm (gitar electrik) dan gitar lead. Membedakan gitar lead dan rhythm sebaiknya dilakukan, karena waktu band sewaktu-waktu berubah ataupun pemusik yang berbeda, channel mereka diatur berdasarkan posisi mereka di band, sehingga kita dapat dengan mudah memboost/cut gitar lead,

 

Terkadang pemain gitar dapat berubah fungsi di dalam lagu, terkadang menjadi lead, di lagu lain menjadi rhythm. Saya menyiasati ini dengan melihat pemain mana yang sering menjadi lead, lalu melabel pemain tersebut menjadi channel lead saya. Selebihnya tinggal memainkan mix-nya pada lagu-lagu tertentu (untuk hal ini saya harus mengetahui aransemen lagu). Cara lainnya adalah menggunakan scene (di konsol digital) di tiap lagu.

 

Berikutnya adalah piano dan keyboard. Dalam satu lagu, keyboard dapat mempunyai berbagai peran, mulai dari melodi hingga synth pad. Jika keyboardist dalam gereja anda hanya memiliki satu peran saja dalam lagu, lebih baik melabeli channel mereka  untuk peran mereka sehingga mudah dalam me-mixing-nya (contoh, synth L dan R).

 

 chanelling mixer

 

Selanjutnya adalah instrumen tambahan, mulai dari perkusi sampai ke violin dan yang lainnya. Sebaiknya urutannya di konsol mulai dari yang paling sering digunakan ke yang paling jarang (dari kiri ke kanan). Jadi jika di gereja anda paling sering ada perkusi daripada violin, maka urutannya adalah channel perkusi kemudian baru violin.

 

Untuk vokal, lead vocal adalah urutan yang pertama. Untuk gereja, saya biasanya taruh di slot channel vocal urutan pertama, dan kemudian saya beri label ‘WL’ (Worship Leader). Seringkali di beberapa ibadah, WL tidak memimpin lagu tetapi berbicara ketika transisi dari lagu satu ke yang lain. Dan perlu diingat juga channel ini tidak termasuk dalam mute group – akan saya jelaskan lebih banyak tentang mute group setelah ini. Semua channel vocal sebaiknya diberi label sesuai dengan nama penyanyinya.

 

Mic untuk choir lebih baik disusun sesuai dengan urutan mereka di panggung. Jangan tergoda untuk men-set mikrofon choir dengan gainfader level dan EQ yang sama untuk mic choir. Karena posisi bass bisa di paling kiri, sopran bisa ada di tengah; apapun situasinya, lebih baik urutan channel sesuai dengan urutan di panggung, karena kita dapat dengan mudah memvisualisasikannya di konsol dan mudah untuk di mix (percayalah, akan sangat lebih mudah).

 

Mic pendeta atau pastor dapat diberi label dengan beberapa cara, jika hanya ada satu pendeta di gereja anda, dapat diberi label dengan nama pendeta tersebut. Di konsol analog saya akan memberi label generik seperti (pendeta/pastor), di konsol digital saya dapat memberi nama untuk setiap pendeta dan diurutkan sesuai abjadnya.

 

Tentang kontributor:
Chris Huff adalah praktisi sound gereja dan penulis ‘Behind the Mixer’, sebuah buku tentang fundamental audio sampai ke berhadapan dengan pemusik dan yang lainnya.